Posted by : Unknown Sabtu, 16 November 2013

BANDA ACEH - Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh agar segera membentuk tim tanggap darurat untuk penyelamatan kawasan benda sejarah di Gampong Pande. Ketua Mapesa, Muhajir mengatakan tempat yang ditemukan dirham dan Pedang tersebut merupakan kawasan penting pada masa kesultanan dulunya.
“Bahkan pada lukisan pedagang Spanyol abad 16 yang sering kita liat, kita bisa menduga bahwa kawasan Gampong Pande dan sekitarnya merupakan Pusat Kesultanan pada masa itu. Itu sangat jelas tergambar pada kondisi alur sungai yang sama persis seperti kondisi alur sungai saat ini” katanya, Jum’at (15/11/2013).
Dia mengatakan, dalam penyisiran kawasan tersebut pertengahan tahun 2012 silam, mereka menemukan penyebaran pecahan-pecahan keramik kuno yang padat tiap permukaan tanah pada kawasan tersebut.
Muhajir juga menambahkan, selain pecahan keramik, mereka juga menemukan banyaknya komplek-komplek makam masa kesultanan yang telah jatuh ke tambak masyarakat.

“Pertengahan tahun 2012 pun, kami juga menemukan komplek-komplek makam kesultanan yang telah jatuh ke dalam tambak. Bahkan salah satu tim kami, Mizuar dimimpikan adanya sebuah makam seorang tokoh besar,” jelasnya.

Dia mengatakan Makam tokoh tersebut merupakan Syekh Tuan Kamil yang tarikh wafatnya tahun 930 H/1524 M. Beliau merupakan seorang Ulama besar (pembesar negeri) yang hidup pada masa Sultan Ali Mughayyat Syah. 

“Tokoh nama besar itu kami tahu setelah inskripsi pada nisan tersebut dibacakan oleh Tgk Taqiyuddin Muhammad, Lc yang merupakan peneliti Sejarah Islam Aceh dan juga Epigraf lulusan Al-Azhar Kairo,” kata Muhajir.

Karena itu Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh untuk segera membentuk tim tanggap darurat penyelamatan kawasan sejarah di Gampong Pande.

“Kami berharap Pemerintah Kota Banda Aceh segera membentuk tim tanggap darurat penyelamatan kawasan sejarah di Gampong Pande. Karena kami berpikir dengan adanya tim ini , koin-koin dirham yang sudah diperjual belikan oleh warga mungkin bisa diburu dan dibeli kembali untuk dokumentasi sejarah yang sangat berguna bagi pengetahuan sejarah bagi generasi selanjutnya,” tandasnya.
Selain itu mereka berharap, Pemerintah Aceh mengatur pelestarian dan pengembangan cagar budaya melalui suatu peraturan yang khusus. “Walaupun memang telah ada Qanun Aceh tahun 2008 tentang pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat,” ujarnya. [theglobejournal]

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments