- Back to Home »
- Nanggroe »
- Gampong Pande Lokasi Pencetakan Dirham untuk Kerajaan Islam Dunia
Posted by : Unknown
Sabtu, 16 November 2013
BANDA ACEH - Ratusan warga sejumlah desa di Banda Aceh masih memburu harta karun berupa koin emas di dasar muara sungai kawasan Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh.
Ratusan warga laki-laki dan perempuan berbasah-basah masuk sungai dengan kedalaman sepinggang orang dewasa itu untuk mendapatkan koin emas yang diyakini milik kerajaan Aceh tempo dulu.
Koin emas dalam bentuk uang dirham yang merupakan mata uang kerajaan Islam Aceh tempo dulu itu awalnya ditemukan pencari tiram di sungai antara Gampong Merduati dan Gampong Pande, Senin petang kemarin.
Pencari kerang itu menemukan satu koin emas sebesar kancing baju di dalam kerang. Selanjutnya juga ditemukan lagi beberapa butir koin emas di sekitar lokasi temuan awal di sungai itu.
Muchtar, seorang warga, kini tidak hanya warga Gampong Pande yang mencari harta karun itu tapi juga warga desa lain ikut masuk sungai memburu harta karun tersebut.
Sejarawan Aceh M Adli Abdullah, meminta pemerintah provinsi menyelamatkan koin emas mata uang dirham yang ditemukan, dengan membelinya dari masyarakat.
"Itu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membeli kembali temuan masyarakat itu sehingga tidak jatuh kepada pihak lain. Sebab, mata uang dirham itu bagian dari peradaban Aceh yang mengalami masa kejayaannya tempo dulu," katanya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh itu menjelaskan, dirham yang ditemukan tersebut merupakan barang purbakala yang harus dilindungi dan diselamatkan pemerintah.
"Jadi setelah pemerintah membeli dari masyarakat, kemudian diletakkan di museum sehingga menjadi bukti otentik sejarah peradaban Aceh yang pernah berkembang dan berjaya dimasa lalu," kata dia.
Ia menjelaskan, Gampong Pande dan kawasan sekitarnya sampai ke Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh adalah lokasi pabrik pencetakan uang dirham yang tidak hanya berlaku di Aceh tapi di beberapa negara Islam lainnya yang tetap berlaku hingga sekitar 1880-an.
"Dirham sebagai mata uang Aceh berlaku juga di beberapa negara Islam saat itu, karena emas Aceh bisa dikatakan stabil. Namun dalam sejarah masuknya kolonial Belanda ke Aceh sempat dipalsukan mata uang dirham sehingga ekonomi kerajaan Aceh juga hancur saat itu," katanya. [theglobejournal]
Ratusan warga laki-laki dan perempuan berbasah-basah masuk sungai dengan kedalaman sepinggang orang dewasa itu untuk mendapatkan koin emas yang diyakini milik kerajaan Aceh tempo dulu.
Koin emas dalam bentuk uang dirham yang merupakan mata uang kerajaan Islam Aceh tempo dulu itu awalnya ditemukan pencari tiram di sungai antara Gampong Merduati dan Gampong Pande, Senin petang kemarin.
Pencari kerang itu menemukan satu koin emas sebesar kancing baju di dalam kerang. Selanjutnya juga ditemukan lagi beberapa butir koin emas di sekitar lokasi temuan awal di sungai itu.
Muchtar, seorang warga, kini tidak hanya warga Gampong Pande yang mencari harta karun itu tapi juga warga desa lain ikut masuk sungai memburu harta karun tersebut.
Sejarawan Aceh M Adli Abdullah, meminta pemerintah provinsi menyelamatkan koin emas mata uang dirham yang ditemukan, dengan membelinya dari masyarakat.
"Itu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membeli kembali temuan masyarakat itu sehingga tidak jatuh kepada pihak lain. Sebab, mata uang dirham itu bagian dari peradaban Aceh yang mengalami masa kejayaannya tempo dulu," katanya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh itu menjelaskan, dirham yang ditemukan tersebut merupakan barang purbakala yang harus dilindungi dan diselamatkan pemerintah.
"Jadi setelah pemerintah membeli dari masyarakat, kemudian diletakkan di museum sehingga menjadi bukti otentik sejarah peradaban Aceh yang pernah berkembang dan berjaya dimasa lalu," kata dia.
Ia menjelaskan, Gampong Pande dan kawasan sekitarnya sampai ke Kecamatan Ulee Kareng Kota Banda Aceh adalah lokasi pabrik pencetakan uang dirham yang tidak hanya berlaku di Aceh tapi di beberapa negara Islam lainnya yang tetap berlaku hingga sekitar 1880-an.
"Dirham sebagai mata uang Aceh berlaku juga di beberapa negara Islam saat itu, karena emas Aceh bisa dikatakan stabil. Namun dalam sejarah masuknya kolonial Belanda ke Aceh sempat dipalsukan mata uang dirham sehingga ekonomi kerajaan Aceh juga hancur saat itu," katanya. [theglobejournal]