Posted by : Unknown Rabu, 09 Oktober 2013


Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan berhasil menghapus larangan berjilbab serta larangan
memelihara janggut. Pencabutan salah satu undang-undang paling represif tersebut dielu-elukan sebagai
bentuk kematangan berdemokrasi di negara sekuler itu.


''(Pengenaan) jilbab sudah dibebaskan dalam republik ini,'' ucap Erdogan, saat bicara di Ibu Kota Ankara,

seperti dilansir Reuters (9/10). Erdogan mengatakan, kebebasan mengenakan atribut keagamaan

menandakan tuntasnya era kegelapan di Turki. ''Ini adalah langkah menuju normalisasi demokrasi di Turki,''

katanya.


Erdogan dengan motor politiknya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) telah lama berkampanye

mengembalikan Islam sebagai bagian dari Turki. Hal itu bukan main susahnya. Sebab, sikap anti-Islam

sudah tertanam selama sejarah berdirinya Republik Turki.


Sejak runtuhnya Kekaisan Ottoman 1923 silam, Bapak Turki Mustafa Kemal Attaturk menjadi pengikis

pengaruh Islam dalam keseharian masyarakat dan pemerintahan di Istanbul. Attaturk sengaja menghapuskan

simbol-simbol agama. Dia memaksakan budaya barat dengan mempromosikan sekulerisme.


Cita-cita Attaturk tercapai. Menjadikan Turki sebagai republik, yang bukan cuma sekuler, tapi juga

menolak keberadaan agama. Padahal realisme sosial menunjukkan, lebih dari 50 persen populasi di Turki -

hingga hari ini adalah muslim.


Sekularisme pun mencuatkan permusuhan terhadap agama. Lebih dari 90 tahun, Islam dan sekulerisme

adalah persoalan paling emosional di Turki. Sekulerisme menjadikan Islam sebagai musuh utama negara.
Negara memberi benteng tinggi dan tebal, penghalang nuansa Islam di negara itu. Salah satunya adalah 
regulasi larangan berjilbab dan berjanggut panjang.


Negara tidak main-main dengan aturan dan sanksi yang didapat. Seorang pegawai negeri dan pejabat

pemerintah akan dicabut kewarganegaraannya jika melawan. Pernah pada 1999, anggota parlemen

perempuan Merve Kavakci sengaja menguji keberlakuan hukum itu. Blasteran Turki-Amerika itu

melenggang dengan jilbab menutupi bagian rambut dan lehernya saat sidang perdana.


Perdebatan hebat pun terjadi. Kavakci bukan saja dipecat sebagai anggota legislatif. Atas nama negara,

Kavakci diusir setelah dihapus kewarganegaraannya. Namun kemenangan AKP dalam pemilihan umum

2002 membawa dimensi baru. Perang melawan sekulerisme dan sikap represif pun dimulai. AKP tidak

spontan dengan visi ke-Islaman. Faksi Islam ini memberi dinamika berdemokrasi yang wajar. 


Mengurung Islam dianggap sebagai sikap yang bertentangan dengan paham demokrasi. AKP menginginkan

kepercayaan mayoritas itu menjadi entitas yang harus diakui keberadaannya. AKP menolak sangkaan

hendak mengubah Turki jadi negara Islam. Bagi AKP perlu memastikan jaminan hak terhadap muslim di

negara itu. Dan jilbab adalah salah satu hak seorang muslim. ''Larangan berjilbab, adalah penderitaan paling

pilu bagi muslim di negara ini. Kami sudah mengakhiri penderitaan para orang tua kami,'' sambung Erdogan.

"Masa gelap telah berakhir," lanjutnya.


Erdogan sebenarnya sudah mulai melawan sikap anti-Islam sejak dirinya memimpin. Erdogan mencabut

larangan berjilbab 2011 lalu di teritorial terbatas. Jilbab pun mulai kembali dikenakan di kampus dan

sekolah. Cemoohan dari oposisi terjadi. Namun Erdogan mengimbangi 'makian politik' itu dengan

pembangunan dan kesejahteraan rakyat Turki.


Kemenangan Erdogan ini membuat kelompok oposisi mulai kehilangan pengaruh. Anggota Partai Rakyat

Republik (CHP) Sezgin Tanrikulu mengatakan, pencabutan larangan berjilbab adalah diskriminasi terhadap

warga negara. Bagi tokoh oposan ini, AKP tidak paham tentang makna demokrasi. 


''Ini adalah sikap untuk kalangan tertentu. Ini jauh dari makna kebebasan kita (Turki),'' katanya.


[atjehcyber]

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments